إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ كَالرَّاعِى يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ
“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.”
(HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)
Dari hadits tersebut, telah diterangkan bahwa jika adanya ketidak jelasan, maka perkaranya menjadi Syubhat atau samar yang mana sangat disarankan kepada kita untuk menghindarinya, karena pekara Syubhat bisa menjerumuskan kita pada perkara haram.
1. Cruelty Free
Adapun dari sisi yang lain yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita menyiksa hewan dan memerintahkan membunuh dan menyembelih dengan cara yang baik. Maka permasalahan ini membutuhkan pertimbangan dan pemikiran. Semoga Allah menunjukkan kebenaran kepada kita.”[1]
Syaikh Abdul karim Al-Hudhair ditanya,
: هل يجوز للمسلم أن يشرح حيوانات مثل الفئران لأغراض علمية وإن كان كذلك فما حكم الخنزير ؟؟؟
“Apakah diperbolehkan bagi seorang muslim memotong/mencincang hewan semisal tikus dan kelinci untuk tujuan penelitian ilmiah, juga apa hukumnya pada hewan seperti babi?
Beliau menjawab,
الجواب : الحمد لله ، لا مانع من تشريح الحيوانات والحشرات وغيرها لأغراض علمية للمصلحة الراجحة ، وكذلك تشريح الآدمي للتعلم ، شريطة أن لا يكون المشرح مسلما ، لأن حرمة المسلم بعد موته كحرمته في حياته ، وتشريح الخنزير لأغراض علمية لا بأس به ، وهو نجس فلا بد من مسه بحائل ، وإن احتيج إلى مباشرته فلا بأس على أن تغسل الأيدي بعده
“Alhamdulillah, tidak ada larangan untuk memotong/mencincang hewan, serangga dan hewan lainnya untuk keperluan penelitian ilmiah demi kemashalahatan yang lebih baik. Demikian juga pemotongan/cincang untuk proses belajar. Dan jika pemotongan (pembedahan) pada objek manusia maka hendaknya jangan menggunakan jasad seorang muslim, karena kehormatan seorang muslim setelah matinya sama dengan kehormatannya ketika hidup.
Adapun pemotongan/cincang hewan babi untuk tujuan ilmiah, maka tidak mengapa. Babi adalah najis, maka menyentuhnya harus dengan memnggunakan penghalang (sarung tangan). Jika butuh untuk menyentuhnya langsung maka tidak mengapa, nanti ia membersihkan kedua tangannya setelahnya.”[2]
Kesimpulan:
boleh melakukan berbagai percobaan kepada hewan, percobaan untuk keperluan penelitian ilmiah demi kemashalatan manusia. Di sini yang artinya, label ANIMAL TESTING adalah tidak mengapa. Ini berlaku kepada produk-produk kesehatan seperti vaksin, obat-obatan yang mana produk tersebut krusial untuk kesehatan manusia sehingga tes laboratorium pada hewan diperbolehkan.
Namun, bagaimana dengan penyiksaan hewan? Bagaimana hukumnya?
Terdapat banyak dalil shahih dari Nabi shollallahu alaihi wasallam tentang larangan menyiksa binatang. Nabi melaknat orang yang memberi tanda (yang menyakitkan) pada wajah hewan atau memukul wajah hewan
أَمَا بَلَغَكُمْ أَنِّي لَعَنْتُ مَنْ وَسَمَ الْبَهِيْمَةَ فِي وَجْهِهَا أَوْ ضَرَبَهَا فِي وَجْهِهَا
Tidakkah sampai berita kepada kalian bahwa aku melaknat orang yang memberi tanda (yang menyakitkan) pada wajah binatang ternak atau memukul binatang ternak itu pada wajahnya?! (H.R Abu Dawud, dinyatakan shahih sesuai syarat Muslim oleh Syaikh al-Albaniy)
Sahabat Nabi Ibnu Umar radhiyallahu anhu pernah melihat 2 pemuda yang menjadikan seekor burung sebagai sasaran memanah. Maka beliau melaknat perbuatan itu sambil menyampaikan hadits Nabi shollallahu alaihi wasallam tentang larangan menjadikan makhluk bernyawa sebagai sasaran (menembak, melempar panah, atau sasaran senjata lainnya):
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ مَنْ اتَّخَذَ شَيْئًا فِيهِ الرُّوحُ غَرَضًا
Sesungguhnya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam melaknat orang yang menjadikan makhluk bernyawa sebagai sasaran (H.R Muslim)
Hal ini adalah bimbingan Rasulullah shollallahu alaihi wasallam kepada kaum muslimin agar bersikap kasih sayang terhadap makhluk hidup, meski hanya binatang.
Kesimpulan:
Suatu hal yang melibatkan kekerasan kepada hewan maka laknatlah orang tsb. Relevansi dengan ANIMAL TESTING ialah dekat dengan penyiksaan hewan. Tes terhadap binatang bisa jadi telah melibatkan kekerasan kepada hewan secara tidak langsung, misal ada ketersengajaan pihak lab untuk mencelakakan hewan tsb. Nah, proses pembuatan ini lah yang menjadi Syubhat jatuhnya sehingga baiknya kita hindari terutama untuk produk kosmetik yang mana tujuan kosmetik lebih mengedepankan kepada kecantikan lahiriah bukanlah kesehatan. Toh, sekarang sudah banyak kosmetik yang tidak menggunakan hewan sebagai bahan percobaan sehingga banyak opsi untuk menjadi pilihan kita dalam membeli kosmetik.
2. Vegan
a. Lanolin
b. Shellac
c. Glycerine
d. Squalene
e. Guanine
f. Oleic Acid aka oleyl stearate, oleyl oleate or tallow
g. Stearic Acid
h. Carmine cochineal, natural red 4, E120, dan C.I 75470
i. Collagen
j. Keratin
k. Gelatin
Jika sebuah produk berlabel vegan dan mempunyai salah satu kandungan di atas, maka bahan tsb terekstrak dari tumbuh-tumbuhan contohnya Stearic Acid yang biasanya diekstrak dari lemak babi/sapi/domba, sudah ada substansinya pada tumbuh-tumbuhan.
Bagaimana dengan alkohol? Alkohol kan haram.
Ya! Jika diminum maka hukumnya HARAM. Tetapi, alkohol adalah haram secara maknawi yang artinya ia tidak najis. Jika suatu bahan merupakan najis, otomatis haram. Tapi tidak dengan yang haram, mereka belum tentu najis, salah satu contohnya ialah alkohol. Bisa cek di dakwah ustadz-ustadz terkemuka di bawah ini.
3. Label HALAL
JELAS! Produk yang berlabel halal adalah HALAL. Produk atau brand yang sudah bersertifikasi halal telah melalui beberapa tahap dalam kurasi LPPOM MUI, sehingga jelas dan tidak perlu ragu kembali untuk mengkonsumsinya.
Tetapi, apakah yang tidak berlabel HALAL MUI maka tidak halal? Belum tentu.
Kita bisa cek produk-produk yang sudah bersertifikasi halal versi non-Indonesia seperti JAKIM (Jabatan Kemajuan Islam Malaysia) dan IFANCA (Islamic Food And Nutrition Council of America)
Sudah berlabel HALAL, namun proses pembuatan/distribusi/transaksi tidak halal, bagaimana statusnya?
Terkadang manusia khilaf atau bahkan salah karena manusia tidak sempurna. Kembali lagi pada kita sebagai manusia yang cermat membeli. Kalau kita sudah tau produk/jasa tsb tidak halal, maka baiknya kita hindari saja. Wallahu 'Alam Bishawab
Baca di sini untuk tahu produk skincare korea yang halal
[1] Irsyadaat litthobibil Muslim hal. 12, bisa diakses juga di http://www.saaid.net/tabeeb/22.htm
Makasih banyak ka laras udh menjelaskan ini semua secara detail dan jelas banget ka skrg jadi paham dan ngerti ttg bahan apa di dlm kandungan skincare yg tidak halal. Bermanfaat banget ka ini 😭❤❤❤
ReplyDeleteSama-sama, semoga kita dilindungi oleh Allah SWT, amiin
DeleteAku pke skincare kadang engga di liat halal engga nya😭yg lebih aku liat bahaya engga ny atau kandungan nya,jdi merasa bersalah deh tkut ada yg ga halal gtu😞
ReplyDeletegpp say, yang penting kita sekarang mencari tahu. Sekarang bisa jadi lebih waspada :)
Delete